MARHABAN YA RAMADHAN
31 Agustus 2008 13:41:32
Oleh: A. Mustofa Bisri
Setiap kali datang bulan Ramadan, kaum muslimin menyambutnya dengan menyatakan ”Marhaban ya Ramadhan!”, ”Selamat Datang, Ramadan!”. Seolah-olah Ramadan merupakan tamu yang dinanti-nantikan kedatangannya.
Tapi tamu yang dinanti-nantikan kedatangannya, belum tentu karena tamunya itu sendiri. Sering kali orang menanti-nanti kedatangan tamu karena mengetahui dan mendambakan apa –atau apa-apa-- yang dibawa si tamu.
Mungkin memang ada yang menanti-nanti datangnya bulan Ramadan karena alasan yang bersifat relegi atau bahkan spiritual; namun banyak yang menyambut bulan itu justru karena keistimewaan-keistimewaan duniawi yang menyertainya.
Industri pertelevisian misalnya, jauh-jauh hari –jauh sebelum para kiai pesantren menyusun jadwal pengajian pasanan— sudah menyiapkan jadwal acara yang akan ditayangkan selama bulan Ramadan. Artis-artis dan ustadz-ustadz metropolitan jauh-jauh hari sudah banyak yang dikontrak untuk mengisi acara-acara bulan suci. Pedagang-pedagang jauh-jauh hari sudah ancang-ancang menaikkan harga kebutuhan-kebutuhan pokok, terutama makanan. Ibu-ibu rumah tangga banyak yang sudah menyiapkan menu-menu istimewa yang akan disuguhkan dalam acara-acara buka dan sahur nanti. Instansi-instansi dan ormas-ormas (orpol-opol tentu tidak mau ketinggalan) sudah menyusun agenda buka bersama dengan acara-acara ’kerohanian’ dan atau sekaligus konsolidasi. Bagi mereka yang menjadi calon dan menghadapi pilihan-pilihan --pilkada; pilgub; pileg pilihan legislatif)— bulan Ramadan (ada yang menyebut ’Bulan Kemenangan’) tentulah merupakan medan yang sangat diperhitungkan kaitannya dengan taktik-strategi pemenangan.
Yang mungkin tidak jelas niat dan tujuannya adalah mereka yang menyongsong bulan suci Ramadan ini dengan agenda melakukan swiping, termasuk menswiping warung-warung yang buka di siang hari. Untuk menghormati bulan Ramadan ataukah untuk membantu mereka agar kuat puasa karena tidak banyak godaan?
Tanpa dihormati, bulan Ramadan sudah sangat terhormat. Ramadan sangat terhormat terutama karena pada bulan ini Kitab suci Al-Quran diturunkan (Baca Q. 2: 185). Pada bulan ini, seperti diberitakan oleh Rasulullah SAW, pintu sorga dibuka (HR Bukhori Muslim dari shahabat Abu Hurairah).
Justru karena keterhormatan Ramadan itulah, kaum beriman dengan gairah, menunggu-nunggu kedatangannya. Mereka ingin mendapatkan berkahnya. Terloberi keterhormatannya. Pada bulan suci, bulan dimana diturunkan kitab suci ini, mereka ingin benar-benar mensucikan diri; setelah sebelas bulan boleh jadi tergelepoti oleh noda-noda yang menghambat perjalanan mereka menuju hadiratNya.
Pada bulan dimana pintu sorga dibuka, adalah kesempatan emas bagi mereka yang ingin memasukinya. ”Semua umatku masuk sorga;” sabda Rasulullah SAW, ”kecuali mereka yang tidak mau.” Adakah orang yang tidak mau atau tidak ingin masuk sorga? Mungkin setiap mulut akan menjawab, tidak ada. Semua orang mau dan ingin masuk sorga. Hanya saja jawaban mulut ini masih perlu diuji dengan perilaku dan perbuatan. Bila misalnya sorga berada di barat dan Rasulullah SAW menuju kesana; sekalipun Anda mengatakan mau dan ingin masuk sorga, tapi Anda berjalan menuju ke timur, siapakah yang percaya Anda mau dan ingin ke sorga?
Memang mulut kita sering kali berbeda bahkan berlawanan dengan tindakan kita. Mulut kita mengatakan, misalnya, politik itu kotor, tapi kita tak juga beranjak pergi dari kubangan politik. Mulut kita mengkritik dan mengatakan wakil rakyat brengsek, tapi kita terus berlomba mendaftarkan diri jadi calon wakil rakyat. Kita berteriak-teriak hormatilah bulan suci Ramadan, tapi tindakan kita justru menodainya. Tentu karena inilah, kelak di hari kiamat, mulut-mulut kita dikunci dan tangan-tangan kita yang berbicara, kaki-kaki kita yang bersaksi (Baca Q. 36: 65).
Di bulan Ramadan lagi-lagi Allah menunjukkan rahmatNya kepada kita, hamba-hambaNya ini. Ia menjadikan bulan suci ini waktu khusus untuk kita melatih diri menjadi manusia yang lurus dan jujur. Lurus dan jujur kepada diri sendiri dan kepadaNya.
Lurus dan jujur dalam pengabdian. Lurus dan jujur dalam beribadah kepadaNya. Sesuatu yang manfaatnya kembali kepada diri kita sendiri.
Dalam berpuasa, tak ada seorang pun yang tahu apakah kita benar-benar berpuasa atau apalagi apakah kita benar-benar berpuasa karena Allah? Tidak ada yang tahu kecuali Allah. Ramadan hanyalah antara kita dan Allah. Maka puasa Ramadan Ia sendiri yang akan mengganjarnya.
Marhaban ya Ramadhan, Selamat Datang Ramadan!